Editor: Morry (beta read by Felicia Caitlin)
Character list: Isao Hironori (Morry)
Total words: 1616 words
Summary: Jika ia ingin memburu mangsa yang besar, ia membutuhkan persiapan yang mantap. Mencari tahu informasi mangsa, cara memburunya dan merancang rencana menggunakan alat yang ada (tim tengah malam pengguna Shadow Persona).
Trigger warning: none.
Cover by Morry
“Selamat malam, pak Kazuhiro. Saya Isao Hironori, maaf mengganggu malammu.”
“Oh, Hironori-kun! Lama tak bicara. Bagaimana kabarmu?”
Pemuda berambut gelap itu tersenyum dibalik telepon genggamnya. Ia akan selalu bersikap sopan dan ramah kepada siapa pun yang mengenalnya melalui ayahnya. “Cukup baik, seperti biasa. Terima kasih.”
Pria di seberang telepon tertawa ramah. “Tentu saja kau selalu baik-baik saja. Walaupun Masahiko-san sudah di luar kota, anaknya bisa hidup mandiri. Apalagi kau masih muda. Sungguh hebat anak dari keluarga Isao!”
Genggaman pada teleponnya mengerat, bergidik ketika mendengar “pujian” dari pria yang sudah terdengar tua itu. Tetapi Hiro mengembalikan kesadarannya dengan cepat. “Ya, saya cukup beruntung,” balasnya sopan, namun dalam dirinya ia gusar. “Bagaimana denganmu, pak? Apakah pekerjaan sedang berjalan lancar seperti biasa?” Hiro bertanya.
“Tentu saja!” Jawab Kazuhiro dengan semangat. “Bagaimana denganmu, nak? Sekarang kau sekolah dimana? Kau sudah SMA bukan?” tanyanya dengan nada bersahabat.
“Ya, sekarang saya sekolah di SMA Shizumida.”
“Oh, benarkah? Sudah kelas berapa sekarang?”
“Kelas tiga, pak.”
“Wah, cepat juga ya!” seru Kazuhiro. “Kira-kira sudah sekitar empat tahun kita tak bertemu, pada saat ayahmu membawamu ke kantor, berkenalan denganku dan yang lain. Tetapi sayang juga, ayahmu itu harus pindah ke pusat setahun kemudian.” Kazuhiro menghembuskan napas berat. “Tetapi justru itu, ayahmu hebat, Hironori-kun. Dia dipilih untuk dipindahkan ke pusat, itu merupakan penghargaan yang besar!”
Sangat ingin ia segera menutup teleponnya. Tetapi ini demi informasi. Ini demi pembalasan dendamnya. “Anda benar. Ayahku seorang yang hebat. Tak heran jika ia dipindah ke pusat. Saya rasa reputasinya sangat baik di perusahaan.” Geram hatinya ketika ia mengatakan semua hal itu.
“Benar sekali! Cara kerjanya yang perfeksionis dan profesional itu sangat dibutuhkan. Tidak hanya untuk perusahaan ini saja, namun semua tempat kerja juga membutuhkan orang seperti dia. Kau setuju, bukan?”
“Ya, saya setuju.” Tidak akan pernah. Orang macam dia harus pergi dan musnah. Orang bermuka dua yang bahkan tidak memedulikan keluarganya sendiri sepeser pun tidak pantas untuk hidup. “Ngomong-ngomong, pak Kazuhiro. Maaf untuk interupsinya, namun saya menelepon anda untuk suatu alasan.”
“Oh ya! Tentu saja, Hironori-kun,” ucap pria yang sudah berusia paruh baya itu. “Apa yang bisa kubantu? Apa saja untuk anak Masahiko-san,” tambahnya dengan ramah.
Yah. Hitung-hitung sebuah keuntungan sebagai anak dari bapak yang mempunyai kuasa di sebuah perusahaan besar. “Saya ingin bertemu dengan anda. Ada beberapa hal yang saya ingin... ketahui.” Hiro merasa jijik dalam hati terhadap apa yang akan ia katakan selanjutnya. “Saya ingin tahu keberadaan ayahku sekarang. Karena... saya tidak pernah mendapatkan kabar darinya selama ia pindah. Saya mengerti bahwa ayahku orang yang sibuk,” ia memutar bola matanya, “namun saya ingin mengetahui apa yang sebenarnya... ayahku lakukan di sana. Apa yang ia kerjakan.” Mungkin jika ia tidak mempunyai rasa sabar yang cukup, telepon genggamnya sudah remuk saat ini juga.
“Oh, begitukah?” Kazuhiro bertanya dengan heran. “Ya, aku memang tahu apa yang Masahiko-san lakukan di pusat sana. Tetapi untuk apa kau menanyakan hal ini?”
Agar aku bisa tahu bagaimana caranya untuk memancingnya kembali dan memakan jiwanya, pikir Hiro keji dalam hati. “Ya, kau tahu, saya selalu berusaha untuk memenuhi ekspektasinya. Dengan saya tahu apa yang sedang ayahku lakukan di sana, saya akan termotivasi.”
Kazuhiro mengangguk dan berdengung di sisi lain teleponnya. Tetapi ada jeda beberapa saat sebelum akhirnya bapak itu menjawab dengan sebuah pertanyaan lagi. “Kau benar-benar tidak mengetahui pekerjaan ayahmu saat ini, Hironori-kun?”
Cerewet sekali, geramnya dalam hati, hidungnya mengerut kesal. “Memang terdengar aneh, namun seperti yang sudah saya bilang tadi. Ayahku jarang sekali menghubungiku dan memberiku kabar apa-apa. Itu membuatku berpikir pekerjaan seperti apa yang dapat memakan waktunya hingga tidak bisa menyisakannya untuk menelepon anak satu-satunya ini.” Tetapi Hiro tahu betul alasan dibalik mengapa ayahnya tidak menghubunginya sama sekali semenjak saat itu.
Dia tidak peduli.
“Ah, kau rindu dengan ayahmu, kah? Haha! Sangat sentimen darimu, nak. Tetapi aku mengerti, karena aku sendiri mempunyai anak,” balas Kazuhiro.
Masa bodoh, ku tidak peduli. Aku hanya ingin balas dendam.
“Kau tidak perlu bertemu denganku untuk hal ini, Hironori-kun. Aku akan mengirimkan e-mail mengenai ayahmu. Itu akan mempermudah urusanku dan tidak perlu mengecek jadwalku untuk bertemu denganmu,” lanjut si bapak paruh baya itu.
Akhirnya. Hironori tersenyum lebar, matanya bersinar penuh kemenangan. “Ah, benar juga, pak Kazuhiro. Kalau begitu, saya akan memberitahu alamat e-mail saya.”
“Baik, baik, Hironori-kun. Aku akan mencatatnya sekarang.”
Beberapa saat setelah Hiro memberikan alamat e-mailnya, Hiro kembali bertanya. “Kalau saya bisa tahu, kapan saya bisa mendapatkan informasi itu?”
Kazuhiro berdengung lagi. “Kau butuh kapan, Hironori-kun? Jadwalku sangat padat, jadi kemungkinan akan memakan beberapa hari.”
“Jika bisa, saya ingin informasi itu dikirim paling telat akhir Minggu ini, pak Kazuhiro.” Nadanya serius. “Maaf atas kelancangan saya, namun saya sangat membutuhkan in—maksudku, motivasi itu segera. Belakangan ini, saya merasa... tidak produktif.” Bola matanya berputar lagi.
Kazuhiko terdiam sesaat, namun tiba-tiba ia tertawa. “Seperti yang diduga dari anak Masahiko-san. Sangat bersemangat. Mungkin kau sudah mempunyai potensi untuk menjadi seperti ayahmu sekarang. Atau mungkin pangkatmu bisa mencapai lebih tinggi! Menjadi seorang CEO!” Candanya dengan tertawa keras.
“Ah, tidak mungkin, saya masih butuh banyak belajar.” Sebenarnya, memang itu yang direncanakan oleh ayahnya. Tapi ah, persetan dengan itu. Ia akan memberikan gelar itu kepada siapa saja yang mau. Tidak peduli siapa orangnya.
“Baiklah, Hironori-kun, akan kuusahakan akhir Minggu ini akan kukirimkan. Bagaimana?” Usul pria paruh baya itu.
“Tentu. Saya sangat berterima kasih pada anda.” Hiro mengangguk.
“Sudah ditetapkan, kalau begitu!” Ucap Kazuhiko dengan sigap. “Apa lagi yang bisa kubantu, Hironori-kun?”
Hiro menyengir dalam hati. Sepertinya hal ini akan berjalan lancar sesuai harapannya. “Cukup untuk malam ini, pak Kazuhiko. Saya nantikan kiriman e-mail anda.”
“Tentu saja. Ah, jikalau kulupa, kau bisa mengingatkanku kembali. Akhir-akhir ini sedang sangat sibuk, banyak yang harus kukerjakan,” jelas Kazuhiro.
“Baik, pak. Akan kutunggu sampai akhir Minggu ini,” ucap Hiro dengan senyum, namun di dalam kata-katanya tersirat sebuah ancaman.
Tetapi Kazuhiro tidak menyadari arti dibalik kata itu. “Oke, Hironori-kun. Kau akan kaget ketika kau mengetahui pekerjaan dan situasi ayahmu sekarang. Kalau begitu, kuakhiri sampai di sini. Selamat malam.”
“Selamat malam, pak Kazuhiko. Terima kasih atas waktunya.” Hiro menarik telepon genggamnya dari telinganya dan menekan tombol tutup.
Pemuda tinggi itu menaruh telepon genggamnya di atas meja belajarnya. Ia melepas napas panjang dan menyisir rambut hitamnya ke belakang. Lancar, memang. Tetapi apa yang selalu disebut oleh bapak tua itu membuatnya ingin berbisik dengan penuh kekesalan padanya, aku sudah bukan anaknya lagi, jadi berhentilah berucap sebelum aku membuat kau tak bisa berucap lagi.
Tetapi apa boleh buat. Ia harus sabar dalam hal ini. Jika ia ingin menjalani rencana ini, ia harus menahan segala komentar tentangnya sebagai anak kebanggaan sang wakil presiden perusahaan. Mungkin orang lain akan bangga, senang akan mempunyai orang tua yang mempunyai kedudukan tinggi di perusahaan besar. Mungkin orang lain akan menyombongkan diri, ayahku ini, ayahku itu, ayahku mencalonkanku sebagai CEO perusahaan selanjutnya.
Tetapi Hiro bukan orang lain. Ia tidak ada niat atau bahkan tertarik menjadi seorang CEO. Lebih baik ia bisa menjadi orang yang bebas berdansa kapan pun ia mau.
Menghembuskan napas panjang sekali lagi, ia meraih mouse dan membuka aplikasi browser internet. Ia mengetik pada kotak penelusuran, “sogo shosha” dan menekan tombol Enter. Pada layar, muncul berbagai macam tautan berisikan hal yang dicarinya. Lalu ia membuka tab baru dan mengetik nama kantor ayahnya. Hiro pun mulai menelusuri tautan itu satu demi satu dan membacanya dengan saksama.
Pada saat Hironori masih SMP, ayahnya sudah menjejali banyak hal tentang perusahaannya. Yang ia ingat adalah bahwa kantor ayahnya merupakan salah satu perusahaan perdagangan terbesar di Jepang, dan pusatnya berada di Osaka. Dari struktur perusahaan, pelayanan yang diberikan, bisnis yang dilakukan, sampai pekerjaan masing-masing posisi pekerja di perusahaan tersebut. Bagian dari perusahaan yang ayahnya jelaskan padanya adalah perbankan.
Hiro sudah lupa bagaimana caranya ia bisa rajin dalam mempelajari hal-hal rumit seperti itu dahulu. Dan kini, mau tidak mau, demi pembalasan sang ibu, ia akan mempelajari semua hal itu kembali. Jika mereka akan memulai suatu rumor mengenai korupsi, Hiro harus mengetahui informasi macam apa yang akan dicarinya. Pemuda itu mulai mengeluarkan buku catatan sampai buku cetak berisikan perusahaan keuangan dan logistik (yang sudah lusuh dan berdebu). Ia sendiri tidak mau mengakuinya, namun sepertinya Shimamura benar-benar memberikannya pekerjaan rumah yang rumit. Dan yang paling ia benci, tentunya.
Ia kembali menjadi dirinya di zaman pada saat ibunya masih hidup.
Jika ia ingin memburu mangsa yang besar, ia membutuhkan persiapan yang mantap. Mencari tahu informasi mangsa, cara memburunya dan merancang rencana menggunakan alat yang ada (tim tengah malam pengguna Shadow Persona).
***
Dari: Kazuhiro Sadao <[email protected]> Minggu, 8 Juli 2018
kepada Isao Hironori
Malam, Hironori-kun.
Sesuai janji, aku akan memberitahumu tentang apa yang sedang dilakukan ayahmu di pusat.
Aku sendiri tidak tahu secara mendetail, namun yang jelas ayahmu di sana tetap menjadi wakil presiden. Tidak banyak yang berubah mengenai pekerjaannya, hanya sebatas dipindahkan ke pusat saja di Osaka. Ada sesuatu yang terjadi yang menyebabkan wakil presiden di pusat keluar dari pekerjaannya, jadi ayahmu diutus untuk menggantikannya.
Menjadi wakil presiden di suatu perusahaan memanglah sulit dan merupakan pekerjaan yang menyibukkan, wajar jika ia jarang menghubungimu, Hironori-kun. Ayahmu bertanggung jawab atas segala laporan yang ia terima dari bawahannya kepada presiden, terutama laporan keadaan perusahaan, dan juga ia mengawasi dan mengkoordinir pekerjaan para direktur. Jadi semua laporan dari direktur ia terima, ia periksa, dan ia laporkan kepada atasan. Dan dari semua itu, ayahmu juga yang menentukan keputusan dan menyusun rencana strategis perusahaan.
Pekerjaan yang sulit, bukan? Butuh ketelitian yang sangat tinggi untuk mengerjakan itu semua. Maklumilah ayahmu itu. Mungkin kau ingin menghampirinya ke sana? Kuyakin ayahmu akan senang melihat anak tunggalnya menghampirinya jauh-jauh dari Meiseki. Tapi apapun keputusanmu, ku harap informasi ini cukup bagimu.
Salam,
Kazuhiro Sadao
***
Sesuatu yang terjadi yang menyebabkan wakil presiden keluar dari pekerjaannya? Hiro mengerutkan dahinya. Itu sedikit menangkap perhatiannya, namun itu tidak penting.
Pekerjaan wakil presiden. Dipindahkan ke pusat di Osaka. Perusahaan perbankan.
Informasi didapat. Saatnya berburu.